Kamis, 27 Januari 2011

Pecundang


Harian Kompas 6 Juli lalu di halaman khusus Piala Dunia 2010 menurunkan ulasan yang berjudul ”Suarez, Pahlawan atau Pecundang?”. Tulisan itu mengupas insiden yang terjadi di mulut gawang Uruguay di menit ke-120, saat gelandang Ghana Dominic Adiyiah melakukan sundulan bola ke gawang tanpa dinyana-nyana Luis Suarez melakukan handball dan menghalau bola yang akan melesat ke dalam gawang Uruguay. Suarez pun mendapat ganjaran kartu merah dan diperintahkan keluar dari lapangan. Kesebelasan Ghana memperoleh tendangan penalti akibat tindakan ”curang” Suarez ini. Namun, apa lacur, tendangan penalti ini gagal membuahkan gol dan hanya membentur mistar gawang. Rangkaian kejadian ini membuat Uruguay lolos dari lubang jarum dan Suarez dielu-elukan sebagai pahlawan penyelamat oleh pendukungnya. Namun, tak sedikit pula yang mencap dia sebagai pemain yang curang dan tak menjunjung sportivitas.
Berpijak pada jalan cerita itu, kata pecundang pada judul ulasan tadi bisa kita maknai sebagai ’orang yang melakukan kecurangan demi mencapai tujuannya’. Persoalan yang mengemuka ternyata di dalam wacana masyarakat, kata pecundang mempunyai makna yang multitafsir dan disesuaikan dengan selera pengucapnya. Jadi boleh dibilang kata pecundang ini termasuk salah satu kosakata yang sering salah kaprah dan ”salah asuhan”. Di suatu masa pecundang pernah dikonotasikan dengan ’pengecut’, juga pernah disiratkan dengan ’pengalah’. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa sampai edisi yang kedua, istilah pecundang bahkan tidak tercantum dan hanya ditemukan kata dasar cundang. Cundang di situ punya dua makna. Yang pertama ’hasutan’ dan yang kedua merujuk ke kata kecundang yang diberi makna ’kalah’. Dua makna ini sudah barang tentu tak cocok dan tak mengena menggambarkan perbuatan ”curang” Suarez itu.
Mari membuka Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia dan Kamus Indonesia-Inggris susunan Prof Wojowasito dan WJS Poerwadarminta yang memadani kata tjundang (masih dalam ejaan lama) dengan conquered, mischief-making dan kata mentjundang dengan makna ’to make mischief, to cause trouble’ (berbuat onar). Di masa kini pecundang lebih banyak dipadankan dengan kata a loser ’orang yang selalu menemui kegagalan dalam hampir semua kegiatannya’.
Dengan begitu banyak permaknaan yang berkembang, mungkin Pusat Bahasa perlu turun tangan mendudukkan secara wajar kolokasi kata pecundang. Ini belum lagi membahas mengenai imbuhan yang dipadukan dengan pecundang. Apakah sudah benar penulisan istilah dipecundangi yang sering dipakai dalam bahasa surat kabar? Di KBBI (sampai edisi kedua) hanya kita temukan rujukan kata mencundang ’mengeluarkan perkataan yang pedas-pedas yang dapat menyakiti hati orang yang mendengarkannya’, kemudian terkecundang ’kalah biasanya tanpa diduga’, mengecundangi ’mengalahkan’.
Di media berbahasa Inggris ulasan Piala Dunia ini bertajuk ”Suarez, Hero or Villain?”. Kata villain memang sudah pas benar memberi gambaran yang ingin disampaikan karena dalam kamus diartikan kurang lebih sebagai ’orang yang culas (a wicked person)’. KBBI memaknai kata culas dengan ’curang, tidak jujur, tidak lurus hati’. Mungkin lebih mengena apabila kata pecundang ini kita ganti dengan kata peculas sekalipun kata ini belum mendapat ”restu” dari Pusat Bahasa. Namun, ini kiranya tidaklah menabrak kaidah bahasa yang baku karena sudah cukup banyak kata sifat yang digabungkan dengan awalan pe- untuk mengacu pada ’orang yang mempunyai sifat’ seperti pada kata pemalu, pemarah, pemalas, dan seterusnya.
GUSTAAF KUSNO    Pemerhati Bahasa, Tinggal di Palembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar