Kamis, 27 Januari 2011

Bahasa


Belum sejam mengikuti kesaksian Marsillam Simandjuntak di depan Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century, saya mendapat SMS: ”Baru ini yang seru. Tampaknya anggota Pansus perlu belajar tata bahasa.”
Tanya jawab pada Senin, 18 Januari malam, itu memang seperti kuliah terbuka seseorang yang fasih berbicara: terang, tak terbantahkan, dan elegan menjawab apa saja yang ditanyakan kepadanya. Tak jarang Marsillam membongkar tanyaan anggota Pansus sebelum melontarkan jawaban tajam tertata, sebagian menyangkut bahasa: semantik, etimologi, dan sosiolinguistik.
Agar anggota Pansus tak bebas berfantasi melafazkan transkripsi ujarannya dalam pertemuan Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang tak merepresentasikan intonasi dan gerak tubuhnya, Marsillam memaparkan dengan jernih makna kata transkripsi. Di sana tak ada tanda intonasi dan nada. Juga tak tercantum volume suara ataupun isyarat gerak tubuh. Itu sebabnya ia heran menyaksikan di televisi seorang anggota Pansus bersuara keras sambil menunjuk-nunjuk menirukan ujarannya berdasarkan transkripsi. Kata Marsillam, itu bukan caranya bicara. Maka, ungkapan Marsillam ”mengayomi Bank Century” dalam transkripsi yang dianggap seorang anggota Pansus merupakan afirmasi, oleh ahli hukum tata negara lulusan Fakultas Hukum UI ini ditegaskan malam itu sebagai ungkapan sinis.
Terhadap keterangan anggota Pansus bahwa Marsillam satu-satunya saksi yang menggunakan ”Saudara” menyapa mereka, dokter yang bersama Gus Dur membidani kelahiran Forum Demokrasi pada masa Orde Baru itu mendedahkan fakta sosiolinguistik: ”Saudara” dan ”Bung” adalah sapaan egaliter yang lazim dalam masa memperjuangkan kemerdekaan hingga kekuasaan Bung Karno berakhir.
Dari pihak saksi, tanya jawab lebih dari empat jam itu memang kuyup dengan penjelasan semantis dan etimologis beberapa kata. Keterangannya dalam konteks ini bahkan lebih kuat daripada keterangan kamus.
Ini mengingatkan saya pada sebuah acara keluarga 22 tahun silam ketika sejumlah orang terlibat mempersoalkan matang-tidaknya masakan Batak Toba, na niura, ikan yang setelah 6-8 jam direndam dengan air jeruk nipis lalu disantap. Marsillam menengahi beda pendapat itu dengan: ”Matang itu apa?” Kurang lebih rumusannya: matang adalah suatu keadaan yang merupakan hasil pengubahan struktur kimia bahan pangan hingga menjadi layak makan. Modus pengubahan itu bisa berupa pemanasan (memanggang, menggoreng, mengukus, atau merebus), bisa berupa pengasaman. Terus terang, saya belum mendengar atau membaca takrif memuaskan kata matang seperti yang dikemukakan Marsillam dari seorang ahli perdapuran, misalnya.
”Pada mulanya adalah kata.” Saya kira untuk menjadi pembicara yang matang, tangguh, dan elegan, seseorang perlu mengejawantahkan ayat pembuka Ioanes itu. Pembicara in optima forma mestilah dari spesies yang teliti menimang dan meminang kata karena dengan itulah, gagasan dan pikiran jernih mengalir sampai jauh. Seingat saya, parlemen berasal dari kata Latin, parlare: berbicara.
SALOMO SIMANUNGKALIT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar